BeritaSorotanSosial

Kekeringan Tiap Tahun Mengancam Masyarakat dan Pertanian, Aktivis MURBA: Pemerintah Kosong Problem Solving

Avatar photo
×

Kekeringan Tiap Tahun Mengancam Masyarakat dan Pertanian, Aktivis MURBA: Pemerintah Kosong Problem Solving

Sebarkan artikel ini

SUMENEP, Pilarpos.id – Terdapat beberapa daerah di Sumenep yang tiap tahunnya mengalami kekeringan atau kelangkaan air di waktu musim kemarau. Muhsin ketua MURBA (Pemuda Rakyat Bangkit) menyoroti persoalan serius ini, ia mengungkapkan “Tentu bukan persoalan baru yang dihadapi oleh Kabupaten Sumenep, sebab sudah menjadi persoalan tiap musim kemarau. dan sudah seharusnya ada tanda penangan yang ideal dan dirasakan betul oleh masyarakat”. 30.Juni.2023.

Mengingat keperluan air yang begitu pokok dalam kehidupan masyarakat baik yang diperuntukkan dalam urusan minum, masak, cuci baju, mandi bahkan kebutuhan pertanian juga yang tidak kalah pentingnya dalam memenuhi kebutuhan hidup.

“Setiap daerah di Sumenep bukan tidak ada air, hanya saja pendistribusian yang efisien dan berkepanjangan ke semua titik belum kelihatan. Pemecahan Masalahnya tidak ada” pungkasnya.

Daerah-daerah yang setiap tahun berpotensi mengalami kekeringan yaitu terletak pada Kecamatan Pasongsongan,
Kecamatan Saronggi, Kecamatan Batuputih, Kecamatan Ambunten, Kecamatan Rubaru, Kecamatan Batang-Batang, Kecamatan Talango, Kecamatan Pragaan, Kecamatan Ganding, dan Kecamatan Bluto.

Aktivis PMII itu juga mengatakan kebutuhan air untuk pertanian juga menjadi hal penting untuk diperhatikan agar tetap menjaga nilai produksi dan nilai ekonomi masyarakat. Kondisi dibawah mengatakan, sekalipun ketersediaan air pas-pasan masyarakat harus rela menghemat air demi kebutuhan pertaniannya.

BACA JUGA :  Jagal RPH Pegirian Tolak Pemindahan Tempat Baru

“Sekalipun masyarakat petani hanya dipacu dengan keras tanpa diberikan akses yang memadai seperti keberadaan irigasi dan alat pendukung lainnya yang tepat guna” Tegasnya.

Pada musim kemarau seperti biasanya, tanaman petani adalah tembakau yang menjadi harapan besar dan menjadi pekerjaan yang begitu menguras tenaga dan biaya.

“Untuk mengerjakannya butuh waktu siang sampai malam hari dalam proses pengolahan lahan dengan menggunakan alat seadanya,sementara untuk air harus mendatangkan dari tempat yang memiliki sumber air besar atau bor yang lokasinya cukup jauh dari lahan perkebunan dan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar yaitu 35 ribu per jam, seperti di pasongsongan daerah selatan” cetusnya.

BACA JUGA :  Sebanyak 165 Mantan Siswa Secaba Rindam V/Brawijaya, Resmi dilantik berpangkat Sersan Dua

Hal ini memperlihatkan bahwa posisi petani dan pertaniannya belum terlalu banyak disentuh dan disepelekan pemerintah dalam mendukung dan menyediakan akses yang memadai. Alhasil perolehan pendaptan masyarakat petani yang berada di daerah kekeringan tidak seberapa untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung ke halaman Indeks