Berita Terbaru

Pilkada Sumenep 2024, Apakah Ada Harapan Baru?

Avatar photo
×

Pilkada Sumenep 2024, Apakah Ada Harapan Baru?

Sebarkan artikel ini

SUMENEP. Pilarpos.id – Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sumenep 2024, yang akan digelar pada 27 November mendatang, telah memasuki fase kompetisi yang sengit dengan kehadiran dua kandidat utama. Masing-masing dari mereka telah mulai menggerakkan mesin politiknya untuk mengumpulkan dukungan maksimal dari masyarakat.

 

Kandidat pertama adalah incumbent atau petahana berusaha mempertahankan kursi kekuasaan, yakni Achmad Fauzi Wongsojudo seorang kader PDI-P, partai yang identik dengan sebutan partai wong cilik,  sementara wakilnya adalah seorang Kiyai terkemuka sekaligus pimpinan Partai Kebangkitan Bangsa cabang Sumenep, Kiyai Imam Hasyim. Di sisi lain, rivalnya juga merupakan pasangan yang sama-sama berlatar belakang pesantren, yang dapat menjadi ancaman serius bagi petahana, yakni Kiyai Ali Fikri, ketua DPC PPP Sumenep dan Kiyai Unis Ali Hisyam mantan Anggota DPR RI.

 

Kedua kandidat ini telah melancarkan strategi politik menurut kekuatan dan kelebihan masing-masing. Petahana dengan sebutan (FAHAM) membangun popularisasi dengan memamerkan kebanggaan atas prestasi yang didapat selama menjabat, berbagai penghargaan yang telah diraih seperti mengklaim keberhasilan dibidang kesehatan, pemberdayaan UMKM dan pengembangan sektor wisata.

 

Dari pihak penantang yakni (FINAL) mengandalkan konsolidasi yang masif dari kalangan pesantren serta memanfaatkan kekuatan soliditas para alumni yang terus bergerak menyisir akar rumput dengan membawa tagline perubahan untuk Sumenep Hijau (yang lebih religius-bermoral).

BACA JUGA :  Ketua PI Kenalkan Wisata Sumenep Kepada Mahasiswa Penelitian se Jatim

 

Masyarakat kabupaten Sumenep yang lebih kental dengan pemilih berbasis kepesantrenan ini mendominasi dibandingkan dengan pemilih rasional. Tentu, hal ini menjadi ancaman serius bagi petahana. Sebab harus diakui bahwa kekuatan dengan dasar kecintaan ‘muhibbin’ terhadap sang guru lebih susah dikendalikan oleh hanya sebatas kekuatan materi atau uang.

 

Pilkada 2020 menjadi referensi penting bagi Petahana, dengan kemenangan tipis Fauzi-Eva atas pasangan Fattah-Fikri, dengan selisih hanya 23.100 suara, yang kala itu nyaris hanya Fikrilah menjadi penarik suara dengan cukup signifikan meskipun hanya sebagai calon wakil Bupati.

 

Dari sisi kemenangan tiap wilayah kecamatan, Fauzi-Eva menang di 18 kecamatan dan Fattah-Fikri hanya menang 8 kecamatan, dengan selisih suara yang tipis di angka 23.100 suara itu menunjukkan bahwa kekuatan blok wilayah lebih dominan pasangan berbasis kepesantrenan yang ada Fikrinya.

 

Saat ini, masyarakat Sumenep telah mengetahui gaya kepemimpinan Fauzi, bagaimana dia mengelola pemerintahan dengan tagline “Bismillah Melayani”. Tentu juga memberi peluang besar bagi masyarakat untuk mencoba merasakan kepemimpinan baru dengan kehadiran calon alternatif dengan menghidupkan kembali tagline lama yakni “Sumenep Hijau”.

BACA JUGA :  Salut ! Kinerja Polres Sumenep Sigap Dalam Tangani Kasus Kacong Arye

 

Pertarungan politik pada pilkada 2024 ini diharapkan menjadi pertarungan politik yang ideal dengan adu gagasan yang konstruktif, memaparkan ide-ide terobosan untuk kebutuhan pembangunan kabupaten Sumenep, terutama berkaitan dengan isu krusial seperti mengentaskan kemiskinan, memajukan ekonomi, kesejahteraan yang merata antara daratan dan kepulauan, antara kota dan pelosok. Tidak hanya pertarungan gimmick-gimmick antara siapa yang paling paling terpopuler dan siapa yang paling memiliki pendukung harga mati, atau hanya jualan isu yang tidak substantif bersebaran di media sosial.

 

Mengingat tantangan untuk membangun Sumenep sangat kompleks dan tidak mudah. Ditinjau dari letak geografis, Sumenep merupakan kabupaten yang berada paling ujung pulau Madura dan memiliki banyak kepulauan, Pendapatan Daerah yang masih rendah, pendapatan perkapita masih mengalami kesenjangan, serta kompetensi sumber daya manusia masih menjadi soal. Maka yang diharapkan sebenarnya adalah  pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan.

 

Ketika pertarungan politik yang bernafaskan kebutuhan masyarakat umum menjadi tolak ukur maka disitulah siyasah fastabiqul khoirot atau political will benar-benar akan tercipta. Tidak kemudian akan merencanakan suatu program oleh karena kepentingan pribadi dan golongan lalu mengasingkan pihak-pihak yang dianggap berseberangan sekaligus mengesampingkan pembangunan wilayah basisnya lawan.

BACA JUGA :  Gelar Doa Bersama Lintas Agama Jelang Hari Bhayangkara ke-77, Kapolri: Keberagaman Modal Jaga Persatuan dan Kesatuan

 

Misalnya, Pasangan Fauzi-Imam karena kedekatannya dengan kaum muda dan aktivis muda harus juga menghidupkan dialektika untuk kepentingan anak muda di dalam kebijakanya. Mulai dari bagaimana cara mengatasi kegalauan anak muda mencari peluang kerja atau masalah peluang pendidikan berlanjut yang semakin terbuka lebar kedepan.

 

Begitu pula Pasangan Fikri-Unais yang sudah pasti mencermati kekurangan pemerintahan “Bismillah Melayani” dan mampu menjawab masalah kabupaten Sumenep dengan ide-ide segar untuk pembangunan yang lebih mengarah pada kemajuan berbasis hijau (pro terhadap kesejahteraan rakyat kecil dan keselamatan lingkungan) tidak hanya tagline ‘Sumenep Hijau’ yang arah gagasannya masih dipertanyakan, mau dibawa kemana Sumenep selama 5 tahun? Bagaimana akan melaksakan public service?.

 

Oleh karena itu, yang terpenting saat ini menghidupkan dialektika rasional dengan pemikiran yang konstruktif ke ruang-ruang publik agar masyarakat juga memperoleh edukasi politik yang benar tidak hanya sekedar narasi yang menyulut emosional.

Baca berita lainnya di Google News atau langsung ke halaman Indeks