SAMPANG, Pilarpos.id – Sikap Kapolres Sampang AKBP Hartono terhadap kebebasan pers menuai sorotan setelah memberikan pernyataan yang dinilai kontroversial kepada seorang wartawan, ia menegaskan bahwa jurnalis tidak boleh menggunakan kata “diduga” dalam pemberitaan. Kamis, (13/03/2025).
Pernyataan yang dinilai kontroversial ini muncul setelah sebuah media menerbitkan berita terkait dugaan pelepasan mobil pengangkut rokok tanpa cukai oleh Polsek Jrengik dengan imbalan Rp 13 juta.
Menurut wartawan berinisial R, yang merupakan anggota Persatuan Jurnalis Sampang (PJS), mengungkapkan bahwa dirinya mendapat panggilan telepon dari Kapolres Sampang usai menerbitkan berita tersebut.
“Kapolres saat itu menelpon saya, tapi saya tidak sempat mengangkat. Selang beberapa menit, saya telpon balik,” ujar R, Rabu (12/03/2025).
Awalnya, kata R, Kapolres Sampang menanyakan kronologi berita yang ia naikkan.
“Setelah saya menjelaskan, Kapolres tampak tidak terima diberitakan dengan kata ‘dugaan’. Menurutnya, wartawan tidak boleh menulis dengan bahasa seperti itu,” tuturnya.
Sementara itu, Kapolres Sampang AKBP Hartono, saat dikonfirmasi melalui pesan whatsApp, tidak membantah bahwa dirinya menghubungi wartawan tersebut.
Ia mengklaim bahwa pernyataannya didasarkan pada diskusi dengan beberapa jurnalis di Sampang yang menurutnya menyatakan bahwa jurnalis tidak boleh berasumsi dalam pemberitaan.
“Saya sudah berdiskusi dengan beberapa jurnalis di Sampang, katanya jurnalis tidak boleh berasumsi dengan menyampaikan dugaan. Ini nanti kita bahas bersama, yang benar yang mana,” ujar AKBP Hartono.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa penggunaan kata “diduga” dapat memunculkan persepsi negatif di kalangan pembaca.
“Orang yang membaca berita itu pasti langsung berasumsi negatif kalau sudah ada kata ‘diduga’. Saya sangat berharap kalau ada anggota saya yang melanggar, lebih baik dilaporkan langsung ke Propam. Itu lebih mulia dan pasti saya proses,” imbuhnya.
Sementara itu menanggapi hal tersebut, Hanafi, Pembina Persatuan Jurnalis Sampang (PJS) mengecam keras pernyataan Kapolres Sampang AKBP Hartono yang mengklaim wartawan tidak boleh menggunakan kata “diduga” dalam pemberitaan.
Menurut Hanafi yang juga sebagai insan pers di Kabupaten Sampang, pernyataan yang dilontarkan oleh Kapolres Sampang tidak hanya keliru, tetapi juga merupakan bentuk intervensi terhadap kerja jurnalistik yang dijamin oleh undang-undang.
Sebab kata Hanafi, dalam dunia pers, kata “diduga” adalah bagian dari prinsip asas praduga tak bersalah, sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 3.
“Pernyataan Kapolres Sampang yang menghendaki jurnalis hanya menulis sesuatu yang sudah terbukti tanpa ruang bagi dugaan, sama saja dengan mematikan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi,” katanya.
“Sejak kapan polisi memiliki kewenangan untuk mengatur kaidah jurnalistik? Kapolres seharusnya fokus pada tugasnya menegakkan hukum, bukan malah menggurui wartawan tentang cara menulis berita. Kalau aparat benar-benar bersih, kenapa takut dengan pemberitaan yang mengandung dugaan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Hanafi memaparkan bahwa jika Kapolres Sampang merasa keberatan dengan berita yang beredar, seharusnya menempuh mekanisme hak jawab sesuai Undang-Undang Pers, bukan malah menekan wartawan dengan klaim sepihak.
“Ini menunjukkan adanya pola pikir represif yang mengancam kebebasan pers dan transparansi hukum di wilayah Sampang,” paparnya.
Pihaknya mendesak Kapolres Sampang untuk segera menarik pernyataannya dan meminta maaf ke publik, serta harus memahami bahwa pers bekerja berdasarkan standar jurnalistik, bukan atas kehendak kepolisian.
“Jika aparat hukum ingin dihormati, maka berikan keteladanan dengan keterbukaan dan profesionalisme, bukan dengan mengintimidasi jurnalis yang menjalankan tugasnya,” tegasnya.
Penulis: Agus Junaidi
Editor: Amir Sholeh
Publisher: Redaksi