SAMPANG, Pilarpos.id – Kisah memilukan datang dari seorang warga miskin yang tidak mendapat perlindungan kesehatan tepat waktu. Kisah ini dialami oleh Mohammad Dahri warga asal Tobai Barat, Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Rabu, (04/06/2025).
Di balik gencarnya promosi program Universal Health Coverage (UHC) oleh Bupati Sampang H. Slamet Junaidi, masyarakat Kabupaten Sampang tidak sedikit yang berharap program tersebut bisa di implementasikan secara maksimal, hanya untuk menjamin kesehatannya berada di wilayah Sampang.
Alih-alih menjadi jaring pengaman, program tersebut justru menyisakan luka mendalam bagi keluarga almarhum (Mohammad Dahri).
Sebab menurut Syamsul, kerabat almarhum (Mohammad Dahri) pasien datang ke IGD RSD Ketapang pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB, sementara pelayanan verifikasi BPJS hanya aktif hingga pukul 16.00 WIB.
Akibatnya, keluarga Mohammad Dahri harus menanggung sendiri biaya pengobatan sebesar Rp1.622.694 di RSD Ketapang karena pengajuan UHC-nya belum disetujui BPJS saat dirawat.
Tragisnya, lanjut Samsul, Mohammad Dahri kemudian meninggal dunia setelah sempat dirujuk ke RSUD dr. Mohammad Zyn, tempat ia baru bisa menikmati layanan gratis setelah UHC disetujui keesokan harinya.
Kendati demikian, Syamsul berharap pihak rumah sakit bisa mengembalikan biaya yang telah dibayarkan.
“Kalau bisa dikembalikan biaya yang di RSD Ketapang. Soalnya Mohammad Dahri ini orang tidak mampu, siapa tahu bisa buat tambahan biaya tahlilan,” ujarnya lirih.
Semetara itu, Rofi, Relawan Kesehatan Indonesia DPC Sampang menyampaikan kritikannya terhadap Pemerintah Kabupaten Sampang. Dirinya menilai bahwa hal ini terjadi merupakan bentuk kegagalan sistematis Pemerintah dalam mengelola program UHC dalam kondisi darurat.
“Ini bentuk kegagalan sistem. Pemerintah Kabupaten Sampang seharusnya memastikan bahwa program UHC benar-benar berpihak pada rakyat kecil, terutama dalam kondisi darurat,” ujar Rofi.
Menurutnya, program UHC yang dicanangkan H. Slamet Junaidi tampak hanya bagus di atas kertas, namun lemah dalam implementasi di lapangan.
“Apa gunanya program jika rakyat miskin tetap harus bayar ketika nyawa sudah di ujung tanduk. Kapan darurat itu datang sesuai jam kerja,” kritik Rofi.
Sementara Humas RSD Ketapang, dr. Syafril Alfian Akbar, mengakui tidak bisa memproses pengajuan UHC karena waktu masuk pasien berada di luar jam operasional BPJS.
“Pasien datang jam 20.00, sementara layanan BPJS tutup jam 16.00,” katanya.
Namun Rofi menilai alasan dari Humas RSD Ketapang mencerminkan lemahnya sistem koordinasi terkait program UHC bagi masyarakat miskin.
“Masyarakat tidak peduli jam kerja BPJS. Mereka butuh jaminan ketika darurat. Ini bukan soal administrasi, ini soal kesehatan warga miskin di Sampang,” tegasnya.
Kisah ini menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Kabupaten Sampang. Program yang digadang-gadang sebagai solusi kesehatan gratis bagi warga miskin, justru tidak hadir saat dibutuhkan. Kini, keluarga almarhum hanya bisa berharap ada kebijakan yang lebih manusiawi dari pihak rumah sakit maupun Pemkab Sampang.
Penulis: Agus Junaidi
Editor: Amir Sholeh
Publisher: Redaksi